Asuhan Keperawatan Jiwa : Isolasi Sosial

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN ISOLASI SOSIAL 


A. Latar Belakang Masalah
Isolasi Sosial atau Menarik Diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional dengan orang lain. Dalam membina hubungan sosial, individu berada dalam rentang respon yang adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya.

Respon sosial dan emosional yang maladaptif sering sekali terjadi dalam kehidupan sehari-hari, khususnya sering dialami pada pasien menarik diri sehingga melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif penulis berusaha memberikan asuhan keperawatan yang semaksimal mungkin kepada pasien dengan masalah keperawatan utama kerusakan interaksi sosial : menarik diri. Menurut pengajar Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Surjo Dharmono, penelitian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di perbagai Negara menunjukkan, sebesar 20-30 persen pasien yang datang ke pelayanan kesehatan dasar menunjukkan gejala gangguan jiwa. Bentuk yang paling sering adalah kecemasan dan depresi.

Dari segi kehidupan sosial kultural, interaksi sosial adalah merupakan hal yang utama dalam kehidupan bermasyarakat, sebagai dampak adanya kerusakan interaksi sosial : menarik diri akan menjadi suatu masalah besar dalam fenomena kehidupan, yaitu terganggunya komunikasi yang merupakan suatu elemen penting dalam mengadakan hubungan dengan orang lain atau lingkungan disekitarnya.


B. Definisi
Menurut Balitbang (2007) isolasi sosial merupakan upaya menghindari suatu hubungan komunikasi dengan orang lain karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa, pikiran dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian, dan tidak sanggup berbagi pengalaman.

Isolasi sosial adalah kondisi ketika individu atau kelompok mengalami, atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk lebih terlibat dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya (Lynda Juall C., 2009: 1045).

Isolasi sosial adalah keadaan seorang induividu yang mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain. pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain (Budi Keliat Anna, dkk., 2011: 131).


C. Etiologi
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi oleh faktor predisposisi di antaranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat mengakibatkan individu tidak percaya pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan (Ade Herman S.D.,2011 : 123).


D. Manifestasi Klinis
Berikut ini adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi sosial :
  1. Kurang spontan
  2. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
  3. Ekspresi wajah kurang berseri
  4. Tidak merawat diri dan tidak memperlihatkan kebersihan
  5. Tidak ada dan tidak memperhatikan kebersihan
  6. Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
  7. Mengisolasi diri
  8. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar
  9. Asupan makanan dan minuman terganggu
  10. Retensi urin dan feses
  11. Aktivitas menurun
  12. Kurang energi (tenaga)
  13. Rendah diri
  14. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (khususnya pada posisi tidur)
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan intervensi lebih lanjut, maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori : halusinasi dan risiko mencederai diri, orang lain, bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya bisa berpengaruh terhadap ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri.

Seseorang yang mempunyai harga diri rendah awalnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, sehingga orang tersebut berperilaku tidak normal (koping individu tidak efektif). Peranan keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, bila sistem pendukungnya tidak baik (koping keluarga tidak efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah (Ade Herman S.D., 2011 : 125).


E. Rentang Respon
Pattern of parenting (Pola Asuh)
Ineffective coping (Koping Individu Tidak Efektif)
Lack of Development task (Gangguan Tugas Perkembangan)
Stessor Internal and External
(Stres Internal dan Eksternal)
Misal :
Pada anak yang kelahirannya tidak dikehendaki(unwanted child)akibat kegagalan KB, hamil diluar nikah, jenis kelamin yang tidak di inginkan, bentuk fisik kurang menawan menyebabkan keluarga mengeluarkan komentar-komentar negatif, merendahkan, menyalahkan anak.
Misal :
Saat individu menghadapi kegagalan menyalahkan orang lain, ketidakberdayaan, menyangkal tidak mampu menghadapi kenyataan dan menarik diri dari lingkungan, terlalu tingginya self idealdan tidak mampu menerima realitas dengan rasa syukur.
Misal :
Kegagalan menjalani hubungan intim dengan sesama jenis atau lawan jenis, tidak mampu mandiri dan menyelesaikan tugas, bekerja, bergaul, bersekolah, menyebabkan ketergantungan pada orang tua, rendahnya ketahanan terhadap berbagai kegagalan.
Misal :
Stres terjadi akibat ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya.
Ansietas terjadi akibat akibat berpisah dengan orang terdekat, hilangnya pekerjaan atau orang yang dicintai.
Asuhan Keperawatan Isolasi Sosial Rentang Respon
Rentang Respon Isolasi Sosial

Berikut ini akan dijelaskan tentang respon yang terjadi pada isolasi sosial :

  1. Respon adaptif
  2. Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma, sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini adalah sikap yang termasuk respon adaptif.
    1. Menyendiri, respon yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah terjadi di lingkungan sosialnya
    2. Otonomi, kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
    3. Bekerja sama, kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
    4. Interdependen, saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
  3. Respon maladaptif
  4. Respon maladaptif adalah respon yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan di suatu tempat. Berikut ini adalah perilaku yang termasuk respon maladaptif :
    1. Menarik diri, merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
    2. Ketergantungan, seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri sehingga tergantung dengan orang lain.
    3. Manipulasi, seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam
    4. Curiga, seseorang yang mengembangkan rasa curiga terhadap orang lain (Stuart dan Sundeen, 1998).


F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien dengan isolasi sosial adalah sebagai berikut :
  1. Penatalaksanaan Medis (Dalami, et.all, 2009 : hal.120)
  2. Isolasi sosial termasuk dalam kelompok penyakit skizofrenia tak tergolongkan maka jenis penatalaksanaan medis yang bisa dilakukan adalah :
    1. Electro Convulsive Therapy (ECT)
    2. Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah suatu jenis pengobatan dimana arus listrik digunakan pada otak dengan menggunakan 2 elektrode yang ditempatkan dibagian temporal kepala (pelipis kiri dan kanan). Arus tersebut menimbulkan kejang grand mall yang berlangsung 25-30 detik dengan tujuan terapeutik. Respon bangkitan listriknya di otak menyebabkan terjadinya perubahan faal dan biokimia dalam otak.
      Indikasi :
      • Depresi mayor
        • Klien depresi berat dengan retardasi mental, waham, tidak ada perhatian lagi terhadap dunia sekelilingnya, kehilangan berat badan yang berlebihan dan adanya ide bunuh diri yang menetap.
        • Klien depresi ringan adanya riwayat responsif atau memberikan respon membaik pada ECT.
        • Klien depresi yang tidak ada respon terhadap pengobatan antidepresan atau klien tidak dapat menerima antidepresan.
      • Maniak
      • Klien maniak yang tidak responsif terhadap cara terapi yang lain atau terapi lain berbahaya bagi klien.
      • Skizofrenia
      • Terutama akut, tidak efektif untuk skizofrenia kronik, tetapi bermanfaat pada skizofrenia yang sudah lama tidak kambuh.
    3. Psikoterapi
    4. Membutuhkan waktu yang relatif cukup lama dan merupakan bagian penting dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat empati, menerima klien apa adanya, memotivasi klien untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan dan jujur kepada klien.
    5. Terapi Okupasi
    6. Adalah suatu ilmu dan seni untuk mengarahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki, memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang (Dalami, dkk., 2009 : hal.120).
  3. Penatalaksanaan Keperawatan
  4. Terapi Modalitas Keperawatan yang dilakukan adalah:
    1. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
      • Pengertian
      • TAK merupakan salah satu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada sekelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan yang sama (Keliat, 2004 : hal.1)
      • Tujuan
      • Membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. (Keliat, 2004 : hal.3)
      • Terapi aktivitas kelompok yang digunakan untuk pasien dengan isolasi sosial adalah TAK Sosialisasi dimana klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada di sekitar klien. Sosialisasi dapat pula dilakukan secara bertahap dari interpersonal, kelompok dan massa (Keliat, 2004 : hal.14).
  5. Prinsip Perawatan Isolasi Sosial
    1. Psikoterapeutik
      • Bina hubungan saling percaya :
        • Buat kontrak dengan pasien memperkenalkan nama perawat pada waktu interaksi dan tujuan.
        • Ajak klien bercakap-cakap dengan memanggil nama klien, untuk menunjukan penghargaan yang tulus.
        • Jelaskan pada klien bahwa informasi tentang pribadi klien tidak akan diberitahukan kepada orang lain yang tidak berkepentingan.
      • Berkomunikasi dengan pasien secara jelas dan terbuka
        • Bicarakan dengan pasien tentang sesuatu yang nyata dan pakai istilah yang sederhana.
        • Bersama klien menilai manfaat dari pembicaraan dengan perawat.
        • Gunakan komunikasi verbal dan non verbal yang sesuai, jelas dan teratur.
        • Tunjukan sikap empati dan beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya.
      • Kenal dan dukung kelebihan klien
      • Tunjukkan dan cari penyelesaian masalah (koping) yang bisa digunakan klien, cara menceritakan perasaannya kepada orang lain yang terdekat/dipercaya.
        • Bahas dengan klien tentang koping yang konstruktif.
        • Dukung koping klien yang konstruktif.
        • Anjurkan klien untuk menggunakan koping yang konstruktif.
      • Bantu klien mengurangi ansietasnya ketika hubungan interpersonal
        • Batasi jumlah orang yang berhubungan dengan klien pada awal terapi.
        • Lakukan interaksi dengan klien sesering mungkin.
        • Temani klien beberapa saat dengan duduk di sampingnya.
        • Libatkan klien dalam berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
        • Libatkan klien dalam aktifitas kelompok.
    2. Pendidikan kesehatan
      • Jelaskan kepada klien cara mengungkapkan perasaan klien selain kata-kata seperti menulis, menangis, menggambar, berolahraga atau bermain musik.
      • Bicarakan dengan klien peristiwa yang menyebabkan menarik diri.
      • Jelaskan dan anjurkan pada keluarga untuk tetap mengadakan hubungan dengan klien.
      • Anjurkan kepada keluarga agar mengikutsertakan klien dalam kegiatan di masyarakat.
    3. Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)
      • Bantu klien dalam melaksanakan kebersihan diri sampai dapat melaksanakan secara mandiri.
      • Bimbing klien berpakaian yang rapi.
      • Batasi kesempatan untuk tidur, sediakan sarana informasi dan hiburan seperti majalah, surat kabar, radio dan televisi.
      • Buat dan rencanakan jadwal kegiatan bersama-sama klien.
    4. Lingkungan terapeutik
      • Pindahkan barang-barang yang dapat membahayakan klien maupun orang lain di lingkungan.
      • Cegah agar klien tidak berada di dalam ruang sendiri dalam jangka waktu yang lama.
      • Beri rangsangan sensorik seperti suara musik, gambar hiasan di ruangan (Nursing Poltekes, 2012).



ASUHAN KEPERAWATAN

G. Pengkajian
    Ruang rawat :                                                       Tanggal dirawat :
  1. Identitas Klien :
  2. Inisial : (L/P)                                                        Tanggal Pengkajian :
    Umur :                                                                 No. Rekam Medik :
    Informan :
  3. Alasan Masuk :
    1. Faktor Predisposisi
      • Tumbuh kembang
      • Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
        Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial yang nantinya akan menimbulkan masalah.
        Berikut adalah tahap perkembangan beserta tugas yang harus dijalani setiap individu :

        Masa Kembang
        Tugas
        Bayi
        menetapkan rasa percaya
        Bermain
        mengembangkan otonomi dan awal perilaku mandiri
        Pra sekolah
        belajar menunjukkan inisiatif, rasa tanggung jawab, dan hati nurani
        Sekolah
        belajar berkompetisi, bekerjasama, dan berkompromi
        Pra remaja
        menjalin hubungan intim dengan teman sesame jenis kelamin
        Remaja
        menjadi intim dengan teman lawan jenis atau bergantung
        Dewasa muda
        menjadi saling bergantung antara orang tua dan teman, mencari pasangan, menikah dan mempunyai anak
        Tengah baya
        belajar menerima hasil kehidupan yang sudah dilalui
        Dewasa tua
        berduka karena kehilangan dan mengembangkan perasaan keterikatan dengan budaya


      • Faktor komunikasi dalam keluarga
      • Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan (double bind) yaitu suatu keadaan dimana seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu bersamaan ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
      • Faktor sosial budaya
      • Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma yang salah yang dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota yang tidak produktif seperti usia lanjut, berpenyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosialnya.
      • Faktor biologis
      • Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan isolasi sosial. Organ tubuh yang dapat memengaruhi terjadinya gangguan hubungan adalah otak, misalnya pada pasien Skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan sosial memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atrofi otak, serta perubahan ukuran dan bentuk sel-sel dalam limbic dan daerah kortikal (Ade Herman Surya D., 2011: 123-125).
    2. Faktor Presipitasi
    3. Terjadinya gangguan hubungan sosial juga dapat ditimbulkan oleh faktor internal dan eksterna seseorang. Faktor stressor presipitasi dapat dikelompokkan sebagai berikut :
      • Faktor eksternal
      • Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
      • Faktor internal
      • Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi akibat tuntunan untuk berpisah dengan orang terdekat atau tidak terpenuhinya kebutuhan individu (Ade Herman Surya D., 2011: 123-125).
    4. Sumber Koping
    5. Sumber koping individu harus dikaji dengan pemahaman tentang pengaruh gangguan otak pada prilaku. Kekuatan dapat meliputi model, seperti intelegensi dan kretifitas yang tinggi. Orang tua harus secara aktif mendidik anak – anak dan dewasa muda tentang keterampilan koping kerena mereka biasanya tidak hanya belajar dari pangalaman ( Nursing Poltekes, 2012).
    6. Mekanisme Koping
    7. Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya.
      Mekanisme koping yang sering digunakan pada menarik diri adalah regresi, represi dan isolasi.
    8. Penilaian Terhadap Stressor
      • Kognitif
      • Afektik
      • Perilaku
      • Sosial
      • Fisiologis


H. Pohon Masalah
Pohon Masalah Asuhan Keperawatan Askep Isolasi Sosial
Pohon Masalah Isolasi Sosial

I. Diagnosa Keperawatan
  1. Diagnosa pada klien dengan gangguan isolasi sosial adalah sebagai berikut:
  2. Isolasi sosial
  3. Gangguan konsep diri (harga diri rendah)
  4. Halusinasi


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan : Aplikasi Pada Praktis Klinis Edisi 9. Jakarta : EGC.
Direja, Ade Herman Surya. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Keliat, Budi Anna. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 3. Jakarta : EGC.
Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta : EGC

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Asuhan Keperawatan Jiwa : Isolasi Sosial"

  1. Makasih artielnya. Sangat membantu untuk penyusunan makah saya

    ReplyDelete