Makalah Keperawatan : Sectio Caesarea

A. Latar Belakang
Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumya dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di suatu negara mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI di Indonesia mencapai 228 / 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 34 / 1000 kelahiran hidup umumnya kematian terjadi pada saat melahirkan. Namun hasil SDKI 2012 tercatat, angka kematian ibu melahirkan sudah mulai turun perlahan bahwa tercatat sebesar 102 per seratus ribu kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 23 per seribu kelahiran hidup.

Post partum adalah masa pulih kembali mulai dari persalinan selesai sampai alat alat kandungan kembali seperti kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas ini 8 - 6 minggu (prawirohardi, 2008).

Ovarium merupakan tempat yang umum bagi kista, yang dapat merupakan pembesaran sederhana konstituen ovarium normal, folikel graft, atau korpus luteum, atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan abdomen dari epithelium ovarium.

Pasien dapat melaporkan atau tidak melaporkan nyeri abdomen akut atau kronik. Gejal - gejala tentang rupture kista menstimulasi berbagai kedaruratan abdomen akut, seperti apendisitis, atau kehamilan ektopik. Kista yang lebih besar dapat menyebabkan pembengkakan abdomen dan penekanan pada organ - organ abdomen yang berdekatan.

Pengobatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah. Jika ukuran lebar kista kurang dari 5 cm, dan tampak terisi oleh cairan atau fisiologis pada pasien muda yang sehat, kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista. Sekitar 98 % lesi yang terjadi pada wanita yang berumur 29 tahun dan yang lebih muda adalah jinak. Setelah usia 50 tahun, hanya 50 % yang jinak. Perawatan pascaoperatif setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen, dengan satu pengecualian. Penurunan tekanan intra abdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Komplikasi ini dapat dicegah sampai suatu tingkat dengan memberikan gurita abdomen yang ketat.

Seksio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut.atau vagina atau suatu histerektomia untuk janin dari dalam rahim yang bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan baik pada ibu maupun pada bayi (Mochtar R 1998). Ditemukannya bedah sesar memang dapat mempermudah proses persalinan sehingga banyak ibu hamil yang lebih senang memilih jalan ini walaupun sebenarnya mereka bisa melahirkan secara normal. Namun faktanya menurut Bensons dan Pernolls, angka kematian pada operasi sesar adalah 40 - 80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukan resiko 25 kali lebih besar dibandingkan dengan persalinan melalui per vagina. Bahkan untuk satu kasus karena infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan per vagina.

Seksio sesaria menempati urutan kedua setelah ekstraksi vakum dengan frekuensi yang dilaporkan 6% sampai 15% (Gerhard Martius 1997). Sedangkan menurut statistik tentang 3.509 kasus seksio sesaria yang disusun oleh Pell dan Chamberlain, indikasi untuk resiko sesaria adalah diproporsi janin panggul 21%, gawat janin 14%, plasenta previa 11% pernah seksio sesaria 11%, kelainan letak janin 10%, pre-eklamasi dan hipertensi 7% dengan angka kematian pada ibu sebelum dikoreksi 17% dan sesudah dikoreksi 0,5% sedangkan kematian janin 14,5% (Winkjosastro,2005).

Pasien dengan sectio saesaria kebanyakan dilakukan sectio saesaria lagi karena untuk menolong ibu dan janin agar cepat lahir. Pasien dengan post operasi sectio saesar selalu mengeluh nyeri dibagian perut region hipogastrik bekas SC. Dengan adanya ketidaknyamanan tersebut menyebabkan aktifitas yang dilakukan pasien juga terbatas karena takut gerak sehingga perawat perlu memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif untuk mengatasi masalah pasien.

>>>Baca Juga Makalah Keperawatan : Post Partum


B. Definisi Sectio Caesarea (SC)
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).

Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (Mitayani, 2009).

Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer, 2000)


C. Etiologi
  1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
  2. Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang - tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran - ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
  3. PEB (Pre - Eklamsi Berat)
  4. Pre - eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre - eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
  5. KPD (Ketuban Pecah Dini)
  6. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
  7. Bayi Kembar
  8. Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
  9. Faktor Hambatan Jalan Lahir
  10. Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
  11. Kelainan Letak Janin
    • Letak kepala tengadah
    • Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
    • Presentasi muka
    • Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira - kira 0,27 - 0,5 %.
    • Presentasi dahi
    • Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
    • Letak Sungsang
    • Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin, 2002).


D. Jenis-jenis SC
  1. Sectio cesaria transperitonealis profunda
  2. Sectio caesar transperitonealis propunda dengan insisi di segmen bawah uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang atau memanjang.
    Keunggulan pembedahan ini adalah :
    • Pendarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
    • Bahaya peritonitis tidak besar.
    • Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
    • Kelemahan pembedahan ini adalah :
      • Luka dapat menyebar ke kiri, kanan, bawah dan menyebabkan artei uterine putus sehingga mengakibatkan perdarahan yang banyak.
      • Keluhan kandung kemih pada post operasi.
  3. Sectio caesar klasik atau section cesaria korporal
  4. Pada cectio cacaria klasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya dilakukan apabila ada halangan untuk melakukan section cacaria transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada segmen atas uterus.
    Kelebihan :
    • Mengeluarkan janin lebih cepat
    • Tidak mengakibatkan komplikasi pada kandung kemih
    • Sayatan dapat diperpanjang proksimal ataupun distal
    Kekurangan :
    • Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitarialis yang baik.
    • Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
  5. Sectio caesar ekstra peritoneal
  6. Section cacaria eksrta peritoneal dahulu di lakukan untuk mengurangi bahaya injeksi perporal akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi di lakukan. Rongga peritoneum tidak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uterin berat.
  7. Section cesaria Hysteroctomi
  8. Setelah sectio cesaria, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :
    • Atonia uteri
    • Plasenta accrete
    • Myoma uteri
    • Infeksi intra uteri berat (Geri, 2009).


E. Manifestasi Klinis
Pada post operasi maka akan didapatkan tanda gejala :
  1. Pasien mengeluh nyeri pada perut akibat luka operasi.
  2. Pasien mengeluh sulit untuk tidur.
  3. Pasien mengeluh sulit untuk bergerak / beraktivitas.
  4. Pasien mengeluh badannya panas.
  5. Terjadi takikardi.
  6. Terdapat lingkaran hitam di mata.
  7. Terdapat tanda - tanda infeksi.
  8. Pasien tampak gelisah (Prawirohardjo, 2008).


F. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga kadang - kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Mansjoer, 2000).



G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada sectio caesar adalah :
  1. Infeksi puerperial : Kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi :
    • Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
    • Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.
    • Peritonealis, sepsis dan usus paralitik.
  2. Perdarahan: Perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
  3. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
  4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur uteri.
  5. Yang sering terjadi pada ibu bayi yaitu kematian perinatal (Geri, 2009).


H. Pemeriksaan Penunjang
  1. Elektroensefalogram ( EEG ) : Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.
  2. Pemindaian CT : Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
  3. Magneti resonance imaging (MRI) : Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah - daerah otak yang itdak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
  4. Pemindaian positron emission tomography ( PET ): Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak.
  5. Uji laboratorium
    • Fungsi lumbal : Menganalisis cairan serebrovaskuler.
    • Hitung darah lengkap : Mengevaluasi trombosit dan hematokrit
    • Panel elektrolit.
    • Skrining toksik dari serum dan urin.
    • AGD.
    • Kadar kalsium darah.
    • Kadar natrium darah.
    • Kadar magnesium darah.


I. Penatalaksanaan Keperawatan
  1. Perawatan awal
    • Letakkan pasien dalam posisi pemulihan.
    • Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30 menit jam berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit sampai sadar.
    • Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi.
    • Transfusi jika diperlukan.
    • Jika tanda vital dan hematokrit turun walau diberikan transfusi, segera kembalikan ke kamar bedah kemungkinan terjadi perdarahan pasca bedah.
  2. Diet
  3. Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
  4. Mobilisasi
  5. Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
    • Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi.
    • Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar.
    • Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
    • Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler).
    • Selanjutnya selama berturut - turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke - 3 sampai hari ke 5 pasca operasi.
  6. Fungsi gastrointestinal
  7. Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair.
    • Jika ada tanda infeksi , tunggu bising usus timbul.
    • Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat.
    • Pemberian infus diteruskan sampai pasien bisa minum dengan baik.
  8. Perawatan fungsi kandung kemih
    • Jika urin jernih, kateter dilepas 8 jam setelah pembedahan atau sesudah semalam.
    • Jika urin tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai urin jernih.
    • Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan kateter terpasang sampai minimum 7 hari atau urin jernih.
  9. Pembalutan dan Perawatan Luka
    • Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar cairan tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut.
    • Ganti pembalut dengan cara steril.
    • Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih.
    • Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angkat jahitan kulit dilakukan pada hari kelima pasca SC.
  10. Jika masih terdapat perdarahan
  11. Lakukan masase uterus (Geri, 2009).


J. Penatalaksanaan Medis
  1. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60 tetes / menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin.
  2. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam selama 48 jam :
    • Ampisilin 2 g I.V setiap 6 jam.
    • Gentamisin 5 mg/kg berat badan I.V setiap 8 jam.
    • Metronidazol 500 mg I.V setiap 8 jam.
    • Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
    • Supositoria : Ketopropen sup 2x / 24 jam
      Oral : Tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
      Injeksi : Penitidine 90 - 75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.


K. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Pasien Post SC
  1. Paska bedah penderita dirawat dan di observasi kemungkinan komplikasi berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi.
  2. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
  3. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar diding abdomen tidak tegang.
  4. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
  5. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi.
  6. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.
  7. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan tekanan intra abdomen.
  8. Pengkajian difokuskan pada kelancaran saluran nafas, karena bila terjadi obstruksi kemungkinan terjadi gangguan ventilasi yang mungkin disebabkan karena pengaruh obat - obatan, anestetik, narkotik dan karena tekanan diafragma. Selain itu juga penting untuk mempertahankan sirkulasi dengan mewaspadai terjadinya hipotensi dan aritmia kardiak. Oleh karena itu perlu memantau TTV setiap 10 - 15 menit dan kesadaran selama 2 jam dan 4 jam sekali.
  9. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenyamanan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
  10. Perawatan pasca operasi, pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi dan nafas. Pemantauan jumlah produksi urin berikan infus.
  11. Penatalaksanaan medis, cairan IV sesuai indikasi. Anestesia regional atau general. Tes laboratorium / diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Pemasangan kateter fole.
  12. Jika sudah tidak memakai antibiotika berikan nirofurantoin 100 mg per oral per hari sampai kateter dilepas.
  13. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Makalah Keperawatan : Sectio Caesarea"

Post a Comment